Tuesday 27 March 2012

Stereotyping The Indonesian Soap Opera

Sinetron atau yang bahasa kerennya soap opera menjamur di Indonesia sudah sejak dahulu kala (thanks to Raam Punjabi, Raja Sinetron Indonesia).

Selama bulan-bulan pertama saya di Indonesia, saya sempat mengikuti beberapa sinetron di RCTI (habis enggak ada acara lain yang bisa ditonton sih). Tapi kalau mau jujur, sekarang sepertinya saya sudah mencapai titik jenuh, sampai-sampai saya sudah hapal sama neka-neko nya sinetron Indonesia.

Saya pun tergoda untuk stereotyping sinetron-sinetron ini dan menulis hasil observasi saya di sini:

  • Sinetron Indonesia dulu banyak tentang orang miskin Vs. orang kaya. Kalau miskin, miskin banget dan kalau kaya, kaya banget. Tapi sekarang lebih banyak tentang anak yang hilang/ditukar. Kalau enggak, tentang anak kembar yang terpisah. 
  • Kalau di sinetron melakukan hasil test DNA itu gampang banget dan mungkin murah kali ya? Sering banget test DNA. Yang lucunya hasil test DNA nya sering tertukar-tukar atau sering ditukar. Hahaha!
  • Pemeran antagonisnya kalo jahat, jahatnya keterlaluan sampai kadang-kadang enggak masuk akal. 
  • Kalau marah, sedih, kaget atau bingung, muka sang artist suka di zoom dekat-dekat sampai berkali-kali sambil memainkan background music yang rada corny. 
  • Sering banget muka-muka para pemain sinetron di zoom satu-satu (jarang terlihat dua muka atau lebih dalam satu frame) terus di flash bolak-balik dari satu pemain ke pemain lain. Sampai-sampai saya jadi pusing nontonnya kekeke. Katanya ini enggak bagus buat anak kecil yang nonton, nanti memorynya jadi terganggu. Katanye sih... 
  • Hmm... artist-artisnya sih lumayan cantik-cantik dan ganteng-ganteng tapi kadang-kadang make-upnya itu amburadul. Mbok yo kalau lagi jerawatan mukanya ditutup dengan make-up sampai rapih. Kan bisa request sama make-up artistnya... Mungkin lupa kali ya? Kekeke.